Dalam edisi ini, saya akan mencoba untuk membahas masalah audio….. Karena saya sering sekali menonton karya teman2 yg yang ceritanya asik, teknis camera, editing dll bagus, tapi audionya busuk….. Jadi sebagai mantan crew audio departemen, saya suka sedih melihat situasi itu…. Kita bergerak di bidang Audio Visual, nah kan, yg disebut Audio duluan, bukan Visualnya yg di depan. Jadi kenapa kita tidak pernah memperhatikan masalah audio ini..?? Penonton terutama di social media, lebih memaafkan gambar yg buruk di banding suara yg buruk…. Saya coba bertanya pada teman2…. Kalau kita mau shooting sebuah film iindie, apa saja kebutuhan equipment yg pertama kali di siapkan…??? Biasnya sih kamera, lensa lighting, pemain, lokasi dll dll dll…. Dan audio equipment itu biasanya sih paling terakhir yg diingat…… Bener nggak…???
Nah untuk membahas teknik perekaman audio untuk videography ini, kita coba membahas dari equipment yg kita gunakan. Kalau saya selalu meng analogikan audio sama dengan gambar. Jadi audio recorder saya analogikan sebagai body camera dan mic saya analogikan sebagai lensa. Karna fungsinya kurang lebih sama, untuk menangkap yg ada di depannya, lalu di olah dan disimpan sebagai data. Dan jemnis mic pun beragam seperti lensa, ada yg seperti wide angle lens, ada yg seperti lensa tele.
Jenis microphone berdasarkan sudut tangkap.
Microphone yang kita kenal, di kelompokan kedalam beberapa jenis berdasarkan sudut tangkapnya.
Karna kita lebih banyak menggunakan mic jenis shotgun ini, maka kita coba membahas mic jenis ini lebih mendalam.
Jika kita mengenal ada segitiga exposure dalam gambar. Maka dalam audio kita juga mengenal sebuah rumus yang dikenal sebagai “SIGNAL TO NOISE RATIO” atau SNR.
Jadi gampangnya adalah, semakin jauh kita dari sumber suara, maka makin lemah power dari suara itu terdengar dan sebaliknya jika kita mendekat kepada suatu sumber suara, maka makin besar power atau makin keras suara itu terdengar.
Misalnya kita kalau kita sedang ngobrol dengan seseorang di tempat yg sangat ramai, otomatis kita akan mendekatkan telinga kita ke orang yg sedang kita ajak mengobrol untuk mengurangi gangguan dari sekitar kita dan kita bisa mendengar suara lawan bicara kita dengan lebih jelas……. Nah sama saja dengan perekaman sebuah dialog dalam sebuah film cerita. Kalau kita melakukan perekaman, mic adalah sebagai pengganti telinga kita untuk menangkap gelombang suara yg akan di rubah menjadi signal audio elektronik. Jadi artinya kita harus mendekatkan sedekat mungkin microphone kita ke si pemain yang melakukan dialog, supaya kita bisa mengurangi suara dari sekitar.
Teknik miking atau penempatan mic dalam perekaman dialog
Seperti kita bahas diatas, ketika kita menggunakan shotgun mic untuk merekam dialog. Sudut rekam mic jenis itu cukup sempit seperti kita lihat di gambar.
Cara mengetahui berapa besar sudut shotgun mic kita yg mudah adalah dengan cara menyebutkan huruf Sssssss, lalu kita arahkan mic kita tepat kearah mulut. Lalu kita gerakan mic itu kekanan atau ke kiri. Semakin jauh mulut kita dari depan mic, maka suara S itu akan semakin berkurang frekuensi tingginya. Artinya kita sudah berada di luar sudut tangkap mic kita….. Nah kira2 selama huruf S itu terdengar lengkap frekuensinya, artinya itu masih berada dalam sudut tangkap mic.
Kalau saya dilapangan, biasanya mengira2 sudut tangkap shotgun mic itu kurang lebih dengan menggunakan 2 jari.
Setelah kita mengetahui apa itu signal to noise ratio dan sudut tangkap shotgun mic yang kita punya. Baru kita coba menempatkan mic kita sedekat mungkin dengan pemain yang berdialog…… Tapi kita mempunyai keterbatasan, karna kita tidak mau mic kita terlihat di dalam gambar. Artinya kita harus tau dimana batas frame gambar kita, sehingga kita bisa mendekatkan mic sedekat mungkin, tapi tetap berada di luar frame. Untuk itulah seorang boom operator, harus bisa mengira2 lebar sudut lensa yang di gunakan. Sehingga dia bisa selalu menempatkan mic diluar frame dengan aman walaupun camera bergerak kesana kemari…
Mic bisa kita anggak sebagai lensa dalam audio. Sama halnya dengan lensa, apa yg ada di depan lensa itu, akan terekam kedalam gambar kita. Demikian juga dengan mic. Semua suara yg ada di depan shotgun mic akan “terdengar” dengan baik oleh mic itu.
Artinya kalau kita tempatkan mic kita di atas kamera (seperti banyak yg dilakukan oleh teman2), maka kita akan bisa mendengar semua suara yg ada di depan mic kita atau di belakang obyek….. Oleh karena itu, kita harus menempatkan mic kita di atas pemain. Dengan demikian, yang ada di depan mic kita, hanya suara yg berasal dari pemain kita… Karna biasanya di bawah mereka itu tanah atau lantai.
Ada satu hal lagi yg harus di ketahui oleh seorang boom operator. Banyak orang menganggap boom operator itu adalah pekerjaan yg mudah. Tapi percaya sama saya, pekerjaan itu tidah semudah anggapan kita. Kita sudah bahas diatas kalau shotgun mic itu mempunyai sudut tangkap yg cukup sempit…. Misalnya ada sebuah adegan dialog antara 2 orang yg berbicara dengan jarak sekitar 2 meter. Lalu jarak mic kita sekitar 1 meter diatas…. Artinya jika kita taruh mic kita di tengah menghadap ke bawah, kedua pemain kira2 itu akan berada diluar dari sudut tangkap shotgun mic, atau kita menyebutnya akan menyebutnya sebagai rekaman yang off mic. Karena kita tidak akan bias merekam frekuensi dari dialog itu secara penuh….
Oleh karena itu, boom operator, harus mengarahkan mic itu ke orang yg melakukan dialog secara tepat. Jadi ketika tokoh A melakukan dialog, mic harus di hadapkan kea rah mulut si tokoh A. Lalu ketika si tokoh B yg melakukan dialog, si boom operator harus mengarahkan mic tersebut kearah mulut tokoh B. Sehingga dialog tersebut akan selalu berada dalam sudut tangkap mic…
Oleh karena itu boom operator harus juga menghafal dialog yang ada dalam sebuah scene. Agar dia tau betul kapan dia harus memindahkan arah mic sesaat sebelum masing-masing pemian melakukan dialognya. Sekali lagi saya katakan, pekerjaan boom operator itu tidak semudah apa yg kita bayangkan.
Teknik perekaman
Biasanya kita sering menemukan kondisi dimana lokasi yang di gunakan untuk shooting itu sangat ramai. Seperti misalnya di pinggir jalan raya. Atau di dalam sebuah pabrik. Jika kita hanya melakukan perekaman dengan boom mic saja, kemungkinan noise atau suara yg tidak kita inginkan itu pasti ikut terekam dan cukup tinggi. Salah satu trick nya jika kita mendapatkan lokasi seperti ini adalah dengan merekam menggunakan clip on wireless. Karna clip on wireless adalah mic yang bias berada paling dekat dengan sumber suara yaitu pemain. Karna mic itu pasti akan kita tempelkan di badan si pemain itu. Tapi kekurangan dari clip on mic ini adalah, kita tidak mendapatkan dimensi ruang dalam perekamannya. Jadi ketika mau type of shot kita CU, medium atau longshot sekalipun, suara akan tetap terdengan dekat. Sedangkan jika kita merekam dengan menggunakan boom mic, dimensi ruang itu akan terasa sekali. Karna posisi mic kita, akan mengikuti batasan frame. Ketika frame gambar CU, mic bias kita dekatkan sedekat mngkin, ketika full shot, pasti maic kita agak jauh dari pemain, otomatis suara yg terekam pun terasa agak menjauh. Itu yang kita sebut dengan dimensi ruang dalam suara. Nah trick nya adalah, kita melakukan perekaman dengan menggunakan boom mic untuk mendapatkan dimensi ruangnya, lalu kita juga merekam dengan menggunakan clip on mic untuk mendapatkan detail dari dialog tersebut. Lalu kita akan merekam kedalam multitrack recorder. Jadi masing2 mic kita rekam kedalam track yang berbeda. Kemudian ketika kita melakukan mixing, kita gabungkan atau kita campurkan hasil rekaman dari semua mic itu dengan masing2 level sesuai kebutuhan. Sehingga kita bias mendapatkan dimensi ruang juga kita bias mendapatkan detail dari dialog.
Satu hal lagi masalah yang sering timbul adalah, ketika kita menyambung gambar dari shot 1 ke shot yang lain. Sering kali suara dari atmosphere atau suara background itu lompat2. Ada yang keras, ada yg pelan dan itu sangat menggangu ketika kita menonton sebuah film. Trick nya adalah, ketika kita selesai shooting dari sebuah scene, itu kita merekam yang kita sebut dengan ambiance track. Ambaince track adalah suara ambiance dilokasi yang sama ketika kita melakukan shooting. Jadi kita suruh semua crew diam, lalu kita tempatkan mic kurang lebih seperti ketika kita melakukan shooting, kemudian kita rekam suara lokasi itu sekitar 3-4 menit. Atau jika kita tau sebuah scene itu akan memakan waktu seharian penuh dari siang sampai sore, kita lakukan itu beberapa kali di waktu yang berbeda. Karena dalam 1 hari, ambiance di sekitar tempat shooting, pasti beda2. Nah gunanya adalah, ketika kita melakukan mixing, ambiance track itu akan kita layer untuk menutupi patahan-patahan suara yg terjadi ketika pergantian gambar di editing. Biasanya teknik ini sukses, kecuali kalau ada suara yg sangat dominan di background seperti music tetangga, suara TV, suara orang jualan icecream, suara bajay, suara Adzan atau pengajian dll.
Tips n trick
Ditulis: Benny Kadarhariarto